Sunday, August 13, 2006

Warga asing Pengelola Resort di Wakatobi di Sorot

Kendari, Etalasehijau-Setelah pulau Bidadari mendapatkan sorotan sejumlah pihak, kini dua kawasan wisata di Wakotobi yaitu Hoga dan Onemobaa yang pengelolaannya dikuasai orang asing yaitu Chirs Major dan Lorens, mulai menuai sorotan dari Legislator Sultra dan pejabat Bupati Wakatobi.


Rencanan pengelolaan wisata bawah laut itu akan ditinjau ulang dan diatur kembali oleh pemerintah setempat (Kabupaten Wakatobi). Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi A DPRD Sultra, La Ode Diki saat ditemui di ruang kerjanya.

“Sebesar kuman pun, mereka (Chirs Major, warga Australia dan Lorens asal Swiss itu, red) tidak punya hak untuk mengelola kawasan itu”, kata La Ode Diki.

La Ode Diki menganggap warga asing itu telah menjual sumber daya alam Wakatobi beratus-ratus miliar dan sama sekali tidak memberikan kontribusi berarti bagi pengembangan daerah dan masyarakat di sana. Bahkan warga sudah bukan lagi menjadi tuan rumah di kampung sendiri.

“Sebagai masyarakat dan saya juga merasa terhina. Mereka tidak punya izin. Tadinya atas nama Wallacea dengan berkedok penelitian. Padahal Kadis Pariwisata Wakatobi waktu menghadap Dirjen dan mencari kantor mereka, tapi tidak ditemukan”,ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan pemerintah Wakatobi melalui pejabat Bupati, Mahufi Madra mengaku akan melakukan peninjauan kembali semua asset-aset asing yang ada itu. DPRD Wakatobi sendiri sudah setuju.

Untuk membahas semuanya, secara resmi pemerintah akan bersurat ke DPRD Sultra guna penyelesaian. Sebab tidak ada izin yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah soal pengelolaan kawasan wisata yang terkenal hingga ke seluruh penjuru dunia itu. Soal resort mewah yang dibangun Lorens di Onemobaa, ia sendiri juga belum tahu. Termasuk beberapa bungalow dan lapangan terbang yang telah ada itu.

“Bayangkan saja, saat itu saya sempat nginap dengan gubernur waktu itu masih La ode Kaimuddin ditempatnya Lorens, saya juga sempat tanya apa Lorens tidak rugi dengan nginap gratis ini, tapi dia bilang, 25 orang saja datang satu tahun, sudah kembali modal”, cerita putra daerah Wakatobi ini. Sehingga kontribusi yang selama ini diberikan kepada daerah dan masyarakat sekitar itu sama sekali tidak berarti dibandingkan besaran keuntungan yang diraup kedua orang asing tersebut.

Dari pengakuan La Ode Diki saat bertemu orang pariwisata di wakatobi, tahun ini diperkirakan berjumlah 2000-an orang. Arus kedatangan para turis yang menurutnya kebanyakan berkedok penelitian dikawasan itu hampir tak ada filter saat masuk di Wakatobi. Semua bebas masuk dengan menggunakan kapal pesiar dari berbagai penjuru. Untuk itu ke depan pihaknya mengaku akan berkoordinasi dengan ke Imigrasian dalam upaya penangkalan hal-hal negative dari masuknya wisatawan asing tersebut ke daerah itu.

“Kayak di Bali saja yang dijaga ketat, narkoba bisa keluar masuk dengan mudahnya. Apalagi disana, harus ada pengawasan”, tandasnya.

Peninjauan ulang keberadaan dua kawasan wisata yang dikelola Chris Major dan Lorens dibenarkan oleh pejabat Bupati Wakatobi Ahmad Mahufi Madra usai bertemu dengan anggota komisi B DPRD Sultra kemarin.

Dikatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi terhadap kedua warga asing itu, surat panggilan telah dikayangkan sejak dua hari lalu. Klarifikasi itu dimaksudkan untuk meminta kejelasan sejauh mana kepemilikan Chris Major dan Lorens atas kedua pulau yang dikuasainya itu. Hal penting yang perlu diklarifikasi terutama menyangkut izin, sistem penglolaan, besaran kontribusi.

Selain itu, pejabat dan lembaga yang bertanda tangan diatas kontrak jika memang pulau itu benar-benar di sewa. Kata mahufi, Lorens mengelola kawasan itu seakan-akan miliknya, warga sekitar yang hendak mencari ikan pun dilarangnya. Sebenarnya warga sekitar pula terus bertanya-tanya sejauh mana bukti kepemilikan yang diperoleh kedua warga asing ini. Dulu, kalau cari ikan bebas begitu saja, sekarang mereka terbatasi oleh larangan Lorens”, ujarnya. (Marwan).

1 comment:

Anonymous said...

http://bekauta.blogspot.com/

toss!! kami sependapat dengan anda, namun kami sebaliknya menawarkan beberapa gagasan selain solusi menasionalisasi asset asing ini, perlu diskusi terarah kiranya, namun yang pasti agenda nasionalisasi harus plus dengan agenda dan pembangunan kesepakatan awal dengan rakyat wakatobi. maksih, slm dari kami.